Perbedaan Asuransi Syariah dengan Konvensional

Perbedaan Asuransi Syariah dengan Konvensional

Menurut bahasa, asuransi adalah pertanggungan (perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran, apabila terjadi sesuatu menimpa dirinya atau barang miliknya).1 Sedangkan menurut istilah, asuransi adalah jaminan atau pertanggungan yang diberikan oleh penanggung kepada yang ditanggung untuk resiko kerugian sebagaimana diterapkan dalam polis (surat perjanjian) bila terjadi kebakaran, kecurian, kerusakan, kematian atau kecelakaan lainnya dengan pertanggungan membayar premi sebanyak yang ditentukan kepada penanggung tiap bulan.



  • Menurut Abbas Salim asuransi adalah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (subsitusi) kerugian-kerugian besar yang belum pasti. Asuransi bertujuan untuk memindahkan resiko individu kepada perusahaan asuransi. Tujuan pertanggungan terutama untuk mengurangi resiko-resiko yang kita temui dalam masyarakat.
  • Dessy Anwar dalam kamusnya mendefinisikan asuransi adalah pertanggungan, perjanjian pihak yang satu akan membayar kepada pihak yang lain, ganti rugi terlaksana bila terjadi kecelakaan, kebakaran, kematian, dan sebagainya.
  • Menurut Pasal 246 Wetboek van Koophandel (Kitab Undang-undang perniagaan) bahwa yang dimaksud dengan asuransi adalah suatu persetujuan dimana pihak yang meminjam berjanji kepada pihak yang dijamin untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas akan terjadi.5 Menurut Fuad Mohd. Fachruddin yang dimaksud dengan asuransi adalah suatu perjanjian-peruntungan. Sebelumnya beliau menjelaskan definisi asuransi menurut Kitab Undang-Undang Perniagaan Pasal 246.
  • Sedangkan menurut Undang-undang nomor 2 tahun 1992, asuransi atau pertanggungan didefinisikan sebagai perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang di harapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin di derita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang di dasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.



Perbedaan Asuransi Syariah dengan Konvensional

  • Perbedaan mendasar Mengenai Konsep

    1. Pengertian Asuransi Syariah
      Pengertian asuransi syariah telah penulis ungkapkan sebelumnya, namun Penulis akan menjelaskan sepintas dalam membandingkan dengan asuransi konvensional. Asuransi syariah mempunyai 3 (tiga) pengertian seperti yang telah dikemukakan, diantaranya at-ta’min. Istilah at-ta’min, yaitu antara menta’minkan sesuatu yang berarti seseorang membayar atau menyerahkan uang cicilan agar ia atau ahli warisnya mendapatkan ganti terhadap hartanya yang hilang.
    2. Pengertian Asuransi Konvensional
      Pengertian asuransi konvensional secara bahasa adalah “pertanggungan”. Istilah pertanggungan di kalangan orang Belanda disebut verzekering. Selain itu ada definisi yang mengungkapkan bahwa sebenarnya asuransi itu merupakan alat atau intuisi belaka yang bertujuan untuk mengurangi risiko dengan menggabungkan sejumlah unit-unit yang berisiko agar kerugian individu secara kolektif dapat diprediksi. Kerugian yang dapat diprediksi tersebut kemudian dibagi dan didistribusikan secara proporsional di antara semua unit-unit dalam gabungan tersebut.



  • Perbedaan Mendasar Mengenai Sumber Hukum

    1. Sumber Hukum Asuransi Syariah
      Sumber hukum asuransi syariah adalah al-Qur’an, sunnah, ijma’, fatwa sahabat, maslahah mursalah, qiyas, isttihsan, urf/tradisi, dan fatwa DSN-MUI. Oleh sebab itu, modus operandi asuransi syariah selalu sejalan dengan prinsip- prinsip syariah. Dalam menetapkan prinsip-prinsip, praktik, dan operasional dari asuransi syariah, parameter yang senantiasa menjadi rujukan adalah syariah Islam yang bersumber dari al-Qur’an, hadist, dan fikih Islam.
    2. Sumber Hukum Asuransi Konvensional
      Asuransi konvensional mempunyai sumber hukum yang didasari oleh pikiran manusia, falsafah dan kebudayaan, sementara modus operandinya didasarkan atas hukum positif. Karena itu, tidak memiliki sumber hukum yang jelas, maka cenderung membuat transaksi yang tidak memiliki kepastian dan kejelasan ke depan. Sepeti halnya dalam akadnya ma’qud ‘alaih (sesuatu yang diakadkan) terjadi cacat secara syariah karena tidak jelas (gharar) berapa yang akan dibayar peserta asuransi yang meliputi berapa sesuatu akan diperoleh (ada atau tidak, besar atau kecil), tidak diketahui berapa lama seseorang peserta asuransi harus membayar premi.



  • Perbedaan Mendasar Mengenai Dewan Pengawas Syariah

    1. Asuransi Syariah
      Asuransi syariah mempunyai Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan asuransi syariah. DPS mengawasi jalannya operasional sehari-hari agar selalu berjalan sesuai dengan prinsip syariah. Artinya, menghindari adanya penyimpangan secara hukum Islam yang dapat merugikan orang lain.
    2. Asuransi Konvensional
      Asuransi konvensional tidak mempunyai dewan pengawas syariah dalam melaksanakan perencanaan, proses, dan praktiknya. Asuransi konvensional tidak memiliki sebuah wadah kontrol yang independen yang tugasnya mengawasi perjalanan asuransi tersebut sehingga mudah timbul penyimpangan- penyimpangan, baik penyimpangan administrasi maupun penyimpangan hukum secara syar’i.



  • Perbedaan Mendasar Mengenai Akad Perjanjian

    1. Asuransi Syariah
      Asuransi syariah mempunyai akad yang di dalamnya dikenal dengan istilah tabarru’ yang bertujuan kebaikan untuk menolong di antara sesama manusia, bukan semata-mata untuk komersial dan akad tijarah. Akad tijarah adalah akad atau transaksi yang bertujuan komersial, misalnya mudharabah, wadhi’ah, wakalah, dan sebagainya. Dalam bentuk akad tabarru’ mutabarri mewujudkan usaha untuk membantu seseorang dan hal ini dianjurkan oleh syariat Islam.
    2. Asuransi Konvensional
      Akad pada asuransi konvensional adalah pihak perusahaan asuransi dengan pihak peserta asuransi melakukan akad mu’awadhah, yaitu masing-masing dari kedua belah pihak yang berakad di satu pihak sebagai penanggung dan di pihak lainnya sebagai tertanggung. Pihak penanggung memperoleh premi-premi asuransi sebagai pengganti dari uang pertanggungan yang telah dijanjikan pembayarannya. Sedangkan tertanggung memperoleh uang pertanggungan jika terjadi peristiwa atau bencana sebagai pengganti dari premi-premi yang dibayarkannya. System kontrak dimaksud, mengandung unsure untung-untungan, yaitu keuntungan yang diperoleh tergantung bila terjadi musibah dan si penanggung mendapat keuntungan bila tidak terjadi musibah dan dipandang sebagai hasil dari mengambil risiko, bahkan sebagai hasil kerja nihil.
  • Kepemilikan, Pengelolaan, dan Sharing of Risk Vs Transfer of risk

    1. Asuransi Syariah
      Asuransi syariah menganut system kepemilikan bersama. Hal itu berarti dana yang terkumpul dari setiap peserta asuransi dalam bentuk iuran atau kontribusi merupakan milik peserta (shahibul mal). Pihak perusahaan asuransi syariah hanya sebagai penyangga aman dalam pengelolaannya. Dana tersebut, kecuali tabarru’ (non komersial) dapat diambil kapan saja dan tanpa dibebani bunga. Di sinilah letak perbedaan mendasar pada life insurance apabila seorang peserta karena kebut han yang sangat mendesak boleh mengambil sebagian dari akumulasi dananya yang ada. selain itu, perlu diungkapkan bahwa pengelolanya untuk prosuk-produk yang mengandung unsure saving (tabungan), dana yang dibayarkan peserta langsung dibagi dalam dua rekening, yaitu rekening peserta dan rekening tabarru’. Demikian juga proses hubungan peserta dan perusahaan dalam mekanisme pertanggungan pada asuransi syariah adalah sharing of risk (saling menanggung resiko). Hal itu menunjukkan bahwa system asuransi syariah selalu mendasarkan diri pada prinsip tolong-menolong (ta’awun), yaitu dana yang terkumpul dalam bentuk dana tabarru’ diinvestasikan dan dikembangkan dan hasilnya dapat dipergunakan untuk kepentingan peserta asuransi, bukan untuk badan pengelola perusahaan asuransi.
    2. Asuransi Konvensional
      Kepemilikan harta dalam asuransi onvensional adalah milik perusahaan, bebas menggunakan dan menginvestasikan pengelolaannya, bersifat tidak ada pemisahan antara dana peserta dan dana tabarru’ sehingga semua dana bercampur menjadi satu dan status hak kepemilikan dana dimaksud adalah dana perusahaan, sehingga bebas mengelola dan menginvestasikan tanpa ada pembatasan halal dan haram dalam melakukan transfer of risk atau memindahkan, bahkan ada kecenderungan yang selalu dipraktikkan dalam asuransi konvensional untuk menginvestasikan dananya ke sistem bunga.



  • Premi dan Sumber Pembiayaan Klaim

    1. Asuransi Syariah
      Unsur-unsur premi pada asuransi syariah terdiri dari unsur tabarru’ (non komersil) dan tabungan (untuk asuransi jiwa). Selain itu, sumber pembayaran klaim diperoleh dari rekening tabarru’, yaitu rekening dana tolong-menolong bagi seluruh peserta, yang sejak awal sudah diakadkan dengan ikhlas oleh setiap peserta untuk keperluan saudara-saudaranya yang ditakdirkan oleh Allah Swt. meninggal dunia atau mendapat musibah materi seperti kebakaran, gempa, banjir, dan lain-lain. selain itu, sumber pembiayaan klaim dalam asuransi syariah adalah dari rekening perusahaan murni bisnis dan tertentu diperuntukkan sebagai dana tolong-menolong.
    2. Asuransi Konvensional
      Dalam asuransi konvensional unsure-unsur preminya terdiri atas :

      • Mortality Tabel yaitu daftar table kematian berguna untuk mengetahui besarnya klaim yang kemungkinan timbul kerugian yang dikarenakan kematian, serta meramalkan batas umur seseorang bisa hidup.
      • Penerimaan bunga (untuk menetapkan tarif, perhitungan bunga harus dikalkulasi didalamnya).
      • Biaya-biaya asuransi terdiri dari biaya komisi, biaya luar dinas, biaya reklame, sale promotion, dan biaya pembuatan polis (biaya administrasi), biaya pemeliharan, dan biaya-biaya lainnya seperti inkaso.



  • Kebersihan Usaha dari Maisir, Gharar, dan Riba

    1. Asuransi Syariah
      Para pengelola asuransi syariah memisahkan antara rekening dana peserta dengan rekenign tabarru’, agar tidak terjadi pencampuran dana. Demikian pula mekanisme ini tidak menjadi unsure riba, baik dalam praktik kerugian maupun jiwa dengan cara menggunakan instrument syariahsebagai pengganti sistem riba, misalnya mudharabah, wadhia’ah, wakalah, dan sebagainya. Karena itu, hal yang menonjol di dalam asuransi takaful adalah saling bertanggung jawab, saling membantu, saling melindungi di antara sesame peserta sehingga para nasabah benar-benar menyumbangkan preminya (kontribusi) kepada pengelola sebagai amanah untuk mengelolanya demi terciptanya pertolongan kepada peserta yang membutuhkannya atau yang berhak untuk disantuni karena mengalami musibah.
    2. Asuransi Konvensional
      Salah satu perbedaan yang paling penting dan tidak dapat dilepaskan , yaitu dari segi kebersihan dari suatu usaha, apakah ada unsur judi, unsur ketidakjelasan karena adanya praktik-praktik yang menipu dan merugikan orang lain. hasil Sidang Dewan Hisbah Persis yang ke-12 tanggal 26 Juni 1996 mengambil keputusan bahwa asuransi konvensional mengandung unsur gharar, maisir, dan riba.

 

 

 

 

 

Pembahasan lainnya : 

 

 






 

How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating / 5. Vote count:

No votes so far! Be the first to rate this post.

As you found this post useful...

Follow us on social media!

Originally posted 2022-05-07 00:35:45.

Asuransi