Pengertian Free Trade Zone

Pengertian Free Trade Zone

Dengan makin berkembangnya penerapan sistem pemasaran global saat ini, maka banyak negara yang secara tidak langsung dipaksa untuk melakukan perubahan dalam menjalankan sistem perdagangannya. Indonesia termasuk salah satu negara yang akhirnya melakukan perubahan tersebut. Bermacam bentuk sistem perdagangan dengan kekhususan, mulai diterapkan di berbagai daerah di Indonesia, dengan spektrum penerapan persyaratan lunak hingga kebebasan penuh dari kewajiban membayar bea masuk pada komponen- komponen industri yang disepakati.

 

Pengertian Free Trade Zone

Free trade zone (FTZ) merupakan salah satu bentuk dari special economic zone (SEZ), yaitu suatu kawasan bebas komersial dan komersial bebas, dimana luas areanya sempit, dibatasi secara jelas, barang-barang tertentu yang masuk ke dan keluar dari daerah tersebut bebas bea, menawarkan fasilitas pergudangan, penyimpanan dan distribusi untuk perdagangan, operasional transshipment dan re-export, umumnya terletak di pelabuhan laut yang menjadi pintu masuk terdepan (IFC, World Bank Group). Selain FTZ, masih banyak jenis SEZ lainnya, seperti: Export Processing Zone (EPZ), Hybrid EPZ (HEPZ), Enterprise Zone (EZ), Freeport, Single faktory EPZ.

Free Trade Zone Area

Pada negara berkembang, area yang menjadi kawasan bebas memiliki dasar pemikiran infrastruktur dan kebijakannya mendukung. Paket kebijakan yang umum diterapkan pada area yang ditetapkan sebagai SEZ (IFC, World Bank Group) adalah :

  1. Pengecualian pajak ekspor dan impor
  2. Penyederhanaan prosedur dan pengendalian hal-hal yang bersifat custom dan administrative
  3. Kebebasan foreign exchange
  4. Pemberian insentif pada pajak pendapatan

Semua kebijakan tersebut ditujukan untuk menaikkan investment competitiveness secara drastis dalam waktu singkat, yaitu dengan menekan biaya business entry dan biaya operasional.



Pada area SEZ yang berorientasi ekspor, investor yang menjadi sasaran kebijakan adalah investor yang produk-produknya menyasar pasar internasional, dimana persaingan global terjadi. Pada kondisi ini, investor tersebut menginginkan bisnisnya dapat dijalankan dengan seefektif dan seefisien mungkin, sehingga diharapkan mampu memenangkan persaingan yang dihadapinya di pasar Internasional.

Di Indonesia, Free Trade Zone diadaptasi menjadi Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB). Batam, Bintan, Karimun dan Sabang pada akhirnya ditetapkan sebagai KPBPB, yaitu Kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah dan cukai. Alasan ditetapkannya keempat daerah ini sebagai KPBPB adalah karena dari segi lokasi, mereka memiliki keunggulan strategis.

Batam, Bintan dan Karimun memiliki kedekatan dengan Singapura yang merupakan pusat perekonomian di Asia Tenggara. Dengan statusnya sebagai KPBPB, maka diharapkan keunggulan strategis lokasi yang dimiliki Batam, Bintan dan Karimun bisa menarik minat investor yang berniat menanamkan modalnya di Singapura. Keunggulan Sabang yang membuatnya terpilih sebagai KPBPB adalah karena lokasinya yang berhadapan dengan Tanah Genting Kra, yang saat ini sedang dalam masa pembangunan sebuah Terusan yang kelak akan menghubungkan Laut Andaman dan Teluk Thailand. Dalam hal kondisi geografis, KPBPB Batam memiliki keunggulan berupa pantainya yang dalam, sehingga dapat disandari oleh kapal-kapal container berukuran besar.



 

Pada dasarnya, KPBPB adalah kawasan ekonomi khusus yang berbeda dengan kawasan ekonomi lainnya. Indonesia mengenal beberapa kawasan ekonomi khusus (www.beacukai.go.id), seperti :

  1. Kawasan pengembangan ekonomi terpadu (KAPET)
    Adalah wilayah geografis dengan batas-batas tertentu yang memiliki potensi untuk cepat tumbuh dan mempunyai sektor unggulan yang dapat mengerakkan pertumbuhan ekonomi daerah sekitarnya dan memerlukan dana investasi yang besar dalam proses pengembangannya.
  2. Kawasan Berikat
    Adalah suatu bangunan, tempat, atau kawasan dengan batas-batas tertentu yang di dalamnya dilakukan kegiatan usaha industri pengolahan rancang bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan, dan pengepakan atas barang dan bahan dari luar kawasan tersebut, yang hasilnya terutama untuk tujuan ekspor.
  3. Kawasan Industr
    Adalah kawasan dimana kegiatan industri dipusatkan, dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri.

Pelabuhan, menurut Pasal 1 UU No.21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, merupakan tempat yang terdiri dari daratan dan perairan dengan batas-batas tertentu, di mana berlangsung kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi. Kegiatan-kegiatan menyangkut kapal-kapal yang bersandar, berlabuh, naik turun penumpang, bongkar muat barang, fasilitas keselamatan pelayaran, serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi.



Pengelolaan pelabuhan, merupakan persoalan yang rumit dan membutuhkan pengaturan yang teknis dan mendetail. Kompleksnya persoalan dan besarnya potensi pelabuhan di Indonesia tidak disertai dengan pengaturan yang !kaya’ dan sistematis. Secara umum, masalah pelabuhan ini hanya diatur dalam aturan Pelayaran, yaitu Undang-undang tentang Pelayaran No. 21 Tahun 1992. Sedangkan yang khusus mengenai pengelolaan pelabuhan baru diatur oleh peraturan setingkat Peraturan Pemerintah (Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 2001). Kurangnya pengaturan di bidang pengelolaan pelabuhan, dewasa ini terasa sangat mengganggu dalam pengembangan potensi maritim yang dimiliki Indonesia. Diakui Direktur Pelabuhan dan Pengerukan Ditjen Perhubungan Laut Dephub, Djoko Pramono, bahwa konsep pengelolaan pelabuhan di Indonesia masih belum jelas.

Minimnya pengaturan masalah pengelolaan pelabuhan ini mengakibatkan banyak terjadi kerancuan. Ditambah lagi dengan adanya Undang-undang No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah dan Undang-undang No.22 Tahun 1999 Jo. Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Muncul persoalan ketika penafsiran masalah kewenangan pemerintahan daerah dalam mengatur dan menyelenggarakan pemerintahannya sendiri. Artinya, di sini aturan itu diinterpretasikan sebagai bentuk kebebasan pemda dalam mengelola pelabuhan yang dimilikinya sebagai aset kekayaan daerahnya.



Namun di sisi lain, banyak para ahli di bidang hukum kelautan menilai, masalah kepelabuhan yang mengarah pada otonomi daerah harus ditindaklanjuti dengan pengaturan yang sangat hati-hati. Karena masalah kepelabuhan bukan hanya berdimensi pada sektor perniagaan nasional tapi juga harus memperhatikan dimensi hukum internasional.

Ahli hukum laut internasional, Hasjim Djalal, mengingatkan, pengelolaan pelabuhan tidak bisa disamakan dengan aset lain, karena pengelolaan pelabuhan terkait dengan berbagai aturan internasional. Jika aturan tersebut diabaikan, maka barang yang diekspor dari Indonesia juga tidak bisa diterima atau dilarang masuk ke pasar dunia. Salah satu contohnya adalah, sejak 1 Juli 2004, pelabuhan dan kapal yang melayani pelayaran internasional diwajibkan memenuhi standar Organisasi Maritim Internasional (IMO).

Persoalan lain yang terkait dengan pengelolaan pelabuhan adalah adanya kecenderungan Pemerintah Daerah untuk mengelola Pelabuhan Perikanan, tanpa memperhatikan kemampuan dan ketersediaan fasilitas. Disinyalir, kecenderungan ini salah satunya diakibatkan oleh keinginan Pemerintah Daerah untuk mendapatkan PAD sebesar- besarnya.

 




 

 

How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating / 5. Vote count:

No votes so far! Be the first to rate this post.

As you found this post useful...

Follow us on social media!

Originally posted 2022-02-22 00:38:31.

Uncategorized