Dasar Hukum Pengupahan di indonesia

Dasar Hukum Pengupahan di indonesia

Kebijakan Pengupahan

Pemerintah Indonesia selalu mengubah-ubah kebijakan ketenagakerjaan terutama menyangkut penanganan pengupahan. Kebijakan penentuan upah minimum didasarkan pada kebutuhan Fisik Minimum (KFM), kemudian berubah menjadi Kebutuhan Hidup Minimum (KHM), lalu sekarang namanya menjadi pencapaian kebutuhan hidup layak (KHL).

Jika merujuk pada UUD 1945 menyebutkan bahwa “tiaptiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, mengutip dari pasal tersebut, selayaknya standar pengupahan berdasarkan pada ada jaminan atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 7 Tahun 2013 tentang Dasar dan Wewenang Penetapan Upah Minimum yakni :



Penetapan Upah Minimum

  1. Penetapan Upah Minimum didasarkan pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
  2. Upah Minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan pada pencapaian KHL.
  3. Pencapaian KHL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan perbandingan besarnya Upah Minimum terhadap nilai KHL pada periode yang sama.
  4. Untuk pencapaian KHL sebagaimana dimaksud pada ayat (2), gubernur menetapkan tahapan pencapaian KHL dalam bentuk peta jalan pencapaian KHL bagi Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu dan bagi perusahaan lainnya dengan mempertimbangkan kondisi kemampuan dunia usaha.



Dalam peraturan yang sama pada Bab 3 Pasal 12, tata cara penetapan upah minimum adalah sebagai berikut :

  1. Gubernur dalam menetapkan UMP memperhatikan rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi.
  2. Gubernur dalam menetapkan UMK memperhatikan rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi dan rekomendasi bupati/walikota.
  3. Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada gubernur oleh Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau bupati/walikota, melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
  4. Rekomendasi bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan saran dan pertimbangan Dewan Pengupahan kabupaten/kota apabila telah terbentuk.



 

Dasar Hukum Pengupahan di indonesia

Upah dan pengupahan di Indonesia bersumber pada bebrapa peraturan dan perundang-undangan sebagi berikut :

  1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1948. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pengawasan Perburuhan.
  2. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
  3. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah.
  5. Keputusan Presiden Nomor 107 Tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan.
  6. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Kebijakan Penetapan Upah Minimum dalam Rangka Keberlangsungan Usaha dan Kesejahteraan Pekerja.
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
  8. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor SE.01/Men/1982 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981.
  9. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep.231/Men/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum.
  10. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep.233/Men/2003 tentang Jenis dan Sifat Pekerjaan yang Dijalankan Secara Terus Menerus.
  11. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep.102/Men/VI/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur.
  12. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. m. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Upah Minimum.

Kondisi pengupahan buruh pada industri manufaktur misalnya, tidak terlepas dari pemahaman praktek pembangunan secara luas. Terutama yang menyangkut proses kebijakan negara dalam hal pengalokasian sumbar daya (termasuk tenaga kerja) dan industrialisasi. Pemahaman terhadap paradigma pembangunan yang terjadi di Indonesia sangatlah plural, namun terdapat titik-titik tertentu yang secara signifikan dapat berkaitan. Paradigma perekonomian Indonesia dengan adanya tekanan internasioanal secara sistematis masih mewarnai kebijakan pemerintah hingga saat ini.



 

Hal tersebut disebabkan oleh konsesi hutang luar negeri Indonesia dalam membiayai pembangunan yang akibatnya melahirkan restrukturisasi kebijakan yang sejalan dengan kepentingan negara pemberi hutang. Akibatnya dari paradigma perekonomian yang berjalan seperti ini, lahir masyarakat dengan ciri kehidupan ekonomi masyarakat yang marginal dari segi pendapatan dan tumbuhnya jumlah tenaga kerja setengah penganggur yang amat besar jumlahnya. Kondisi demikian sebenarnya menunjukkan lemahnya posisi pekerja dalam pemenuhan kebutuhan hidup dan hak-hak yang lain. Untuk mencermati posisi pekerja tersebut, ada baiknya diperbandingkan dengan sistem perekonomian yang lain.

Sistem pengupahan di Indonesia berdasar pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Pada Peraturan Pemerintah ini disebutkan, bahwa kebijakan pengupahan diarahkan untuk pencapaian penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi Pekerja/Buruh. Penghasilan yang layak sebagaimana dimaksud merupakan jumlah penerimaan atau pendapatan Pekerja/Buruh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup Pekerja/Buruh dan keluarganya secara wajar. “Penghasilan yang layak sebagaimana dimaksud diberikan dalam bentuk: a. Upah; dan b. pendapatan non Upah,” bunyi Pasal 4 ayat (2) PP ini.



Kebijakan pengupahan itu meliputi: a. Upah minimum; b. Upah kerja lembur; c. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan; d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya; e. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya; f. bentuk dan cara pembayaran Upah; g. denda dan potongan Upah; h. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan Upah; i. struktur dan skala pengupahan yang proporsional; j. Upah untuk pembayaran pesangon; dan k. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan Upah sebagaimana dimaksud terdiri atas komponen: a. Upah tanpa tunjangan; b. Upah pokok dan tunjangan tetap; atau c. Upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap. “Dalam hal komponen Upah terdiri dari Upah pokok dan tunjangan tetap sebagaimana dimaksud, besarnya Upah pokok paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah Upah pokok dan tunjangan tetap,” bunyi Pasal 5 ayat (2) PP tersebut.

Berdssarkan pada peraturan pemerintah ini pada dasarnya jika diterapkan dengan baik cukup mewadahi pemenuhan kebutuhan hidup buruh, yang menarik justru pada tataran realistis, dimana persoalan pengupahan sangat mendominasi perselisihan perburuhan antara pengusaha dengan buruh. Persoalan pengupahan menjadi semakin urgen diperjuangkan ketika terjadi tingkat inflasi tinggi atau peningkatan harga-harga atau kenaikan harga barang dan jasa yang lebih besar dari kenaikan upah.

 

Lihat juga pembahasan terkait lainnya : 

 




 # tag

dasar hukum pengupahan di indonesia dasar hukum upah dasar hukum upah dalam islam dasar hukum upah minimum sektoral dasar hukum upah proses dasar hukum upah lembur dasar hukum upah minimum provinsi dasar hukum upah minimum kabupaten dasar hukum upah harian

 

How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating / 5. Vote count:

No votes so far! Be the first to rate this post.

As you found this post useful...

Follow us on social media!

Originally posted 2022-02-18 10:19:49.

Uncategorized